468x60 Ads

This is featured post 1 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

This is featured post 2 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

This is featured post 3 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

This is featured post 4 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

This is featured post 5 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

Kamis, 30 Juni 2011

LAPORAN PRAKTIKUM EKONOMI PRODUKSI PRODUKSI DENGAN DUA OUTPUT ATAU LEBIH

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Usahatani merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang petani, manajer, penggarap, atau penyewa tanah pada sebidang tanah yang dikuasai, tempat ia mengelola input produksi (sarana produksi) dengan segala pengetahuan dan kemampuannya untuk memperoleh hasil (output). Usaha tani bisa disamakan dengan apa yang disebut Farm Management di Negara maju seperi Amerika Serikat. Farm Management seperti yang dikembangkan di Amerika Serikat tersebut pada prinsipnya merupakan kegiatan yang menerapkan ilmu ekonomi mikro pada proses produksi pertanian. Istilah yang sama juga berlaku untuk usaha yang luas, yang semua hasilnya untuk dihual ke pasar (pertanian komersial), seperti juga perkebunan kapas, perkebunan tembakau, dan lain sebagainya.
Di Indonesia, kita melihat terjadi perbedaan yang cukup nyata antara keadaan pertanian rakyat (yang biasa disebut usahatani) dengan usaha perkebunan. Usahatani lahannya lebih sempit, tujuan produksinya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan kelebihannya dijual dengan manajemen usaha seadanya.Sementara usaha perkebunan atau usaha pertanian, menguasai lahan yang luas, tujuan produksi untuk dijual ke pasar dan mencarai keuantungan, serta dikelola dengan manajemen yang baik dan bersifat komersial (estate management). Di Negara kita, usahatani belum bisa disebut sebagai perusahaan, tetapi masih berupa cara hidup (way of life)
Secara tidak disadari, sebenarnya petani sudah berhitung – hitung dan sudah menerapkan prinsisp ekonomi pada usahataninya, hanya saja tidak pernah dilakukan pencatatan atau perhitungan secara tertulis.Dalam pemilihan bibit, penggunaan pupuk, penggunaan obat – obatan, dan juga penggunaan tenaga kerja, petani sudah menimbang mana yang lebih baik hasilnya dan mana yang lebih murah biayanya.Tujuan akhirnya adalah petani menginginkan biaya yang dikeluarkan untuk usahataninya serendah mungkin dan memperoleh hasil sebanyak mungkin.
Biasanya kita mengatakan usahatani yang baik adalah usahatani yang produktif dan efisien, artinya produktivitas usahataninya tinggi. Produktivitas tidak lain merupakan konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyakanya hasil (output) yang diperoleh dari satuan input yang diberikan. Sementara kapasitas tanah adalah kemampuan tanah untuk menyerap tenaga dan modal untuk memberikan hasil (Daniel, 2001).


Tujuan Praktik
Adapun tujuan dari praktek yang dilaksanakan adalah untuk mengetahui kombinasi output yang dihasilkan dari penggunaan satu input produksi dalam usahatani.
II. Metode praktek
Praktek ini merupakan praktek lapangan dengan menggunakan metode survey, informasi dikumpulkan melalui wawancara dan observasi.

2.1. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap 6 kk petani pada areal persawahan di kelurahan Oebufu yang berpedoman pada daftar pertanyaan.
Observasi
Pola tanam para petani masih bersifat sub-sistem, sebagai sumber pemenuhan kebutuhan keluarga petani atau dengan kata lain hanya untuk dikonsumsi sendiri.
Lokasi Praktek
Lokasi praktikum dilaksanakan di Kelurahan Oebufu, Kecamatan Oebobo, Kota Madya Kupang, dengan mewawancarai 6 petani, yakni
1). Martha Ewangmao, 2). Daniel Nenobais, 3). Ibrahim Amtiran, 4). Elisabeth Leo, 5). Apryana Benu, 6). Eges Foenay.



II. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 TeoriFungsi Produksi
Di dalam ilmu ekonomi kita kenal apa yang disebut fungsi produksi, yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil fisik (output) dengan faktor – faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi ini dituliskan sebagai berikut.

Keterangan :
Y = hasil fisik (output)
X1,……..,Xn = faktor – faktor produksi
Berdasarkan fungsi di atas, petani dapat melakukan tindakan yang mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara berikut .
Menambah salah satu dari input yang digunakan
Menambah beberapa jumlah input (lebih dari satu) yang digunakan.
Yang dimaksud dengan faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi (input) memang sangat menentukan besar – kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat – obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting di antara faktor produksi lainnya. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau disebut juga dengan factor relationship( Soekartawi, 2004)
Dalam produksi pertanian, misalnya padi, hasil fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja.Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisis pernanan masing – masing faktor produksi maka dari sejumlah faktor – faktor produksi itu salah satu faktor produksi kita anggap variable (berubah – ubah), sedangkan faktor produksi lainnya kita anggap konstan.

3.1.1 Kombinasi Hasil-hasil Produksi
Dalam kehidupan nyata petani tidak saja menanam padi tetapi dalam satu tahun dapat menanam jagung, ketela dan kacang-kacangan.Disamping bertani, seorang petani dapat menggunakan modal dan tenaganya untuk bidang-bidang kegiatan ekonomi lainnya seperti berdagang atau memelihara ternak ayam dan kambing.Bagi petani yang mengusahakan tanaman tumpang sari di Gunung Kidul tujuan utamanya adalah mendapatkan hasil produksi yang optimal dari sawah atau ladangnya yang sangat sempit. Selain itu karena umur tanaman-tanaman yang bersangkutan tidak sama, maka ini berarti menjamin tersedianya bahan makanan sepanjang tahun.
Juga dengan cara ini resiko dikurangi. Kalau satu macam tanaman tidak berhasil maka di harapkan tanaman lainnya akan memberikan hasil. Alasan untuk mengurangi resiko kerugian dengan mengadakan semacam diversifikasi ini merupakan praktek yang biasa bagi petani yang memang biasanya tidak berdaya menghadapi kekuatan-kekuatan alam yang tidak dapat dikontrolnya.Selain alasan-alasan di atas, kenyataan bahwa pekerjaan pertanian bersifat musiman, mendorong petani untuk mengisi waktu-waktu dimana terdapat kekosongan pekerjaan.Banyak desa-desa yang terkenal dengan hasil-hasil kerajinan pangan yang di produksi oleh petani-petani pada saat senggang (slack season).

3.1.2 Hubungan fisik antarkomoditi
Berbagai komoditi yang di produksikan oleh petani dapat mempunyai hubungan fisik yang berbeda. Komoditi-komoditi itu dapat merupakan:
Komoditi gabungan
Kalau dua atau lebih komoditi merupakan komoditi gabungan berarti komoditi-komoditi tersebut bersama-sama keluar dari satu proses produksi. Misalnya dedak atau katul dari penggilingan padi yang keluar bersama beras.
Komoditi yang bebas bersaing (substitute)
Dalam hal ini maka komoditi-komoditi yang bersangkutan berdiri sendiri dan bahkan saling bersaing.Ini berartri bahwa kalau sudah di putuskan menghasilkan komoditi yang pertama maka komoditi yang kedua tidak dapat lagi di hasilkan, atau dapat pula dikatakan bahwa kenaikan jumlah produksi barang yang satu berarti penurunan jumlah produksi barang kedua. Kalu petani sudah memutuskan menyewakan tanahnya kepada pabrik gula untuk di Tanami tebu maka ia tidak lagi dapat menanaminya dengan padi. Disamping ada faktor-faktor non-ekonomi yang menyebabkan petani memutuskan salah satu tanaman misalnya karena peraturan rayoneering atau peraturan lain yang tidak dapat dielakkan petani, tetapi pada umumnya faktor-faktor ekonomi memegang peranan yang penting.
Komoditi komplementer
Bentuk hubungan yang ketiga antar komoditi adalah hubungan komplementer.Dalam hal yang demikian maka kenaikan produksi satu komoditi tidak menurunkan melainkan menaikan produksi lainnya. Dalam pertanian hal demikian biasanya terjadi tidak sekaligus dalam waktu yang sama tetapi dalam beberapa waktu (musim) dalam satu tahun.
Komoditi suplementer
Sifat hubungan yangh suplementer berada di antara sifat hubungan yang bersaingan dan komplementer.Ini berarti bahwa produksi satu komoditib dapat di tambah tanpa mempunyai pengaruh mengurangi atau menambah produksi komoditi lainnya.Juga dalam hal ini kejadiannya biasanya dalam beberapa waktu yang berbeda. Dua istilah teknis yang menggambarkan hubungan antara beberapa komoditi tersebut diatas yaitu opportunity cost dan elasticity of substitution. Opportunity cost adalah biaya yang harus di tanggung petani karena telah tidak menggunakan kesempatan terbaik (opportunity) yang dapat di pilih baik untuk menanam maupun untuk mengerjakan sesuatu. Penertian elasticity of substitution yaitu persentase perubahan produksi barang yang satu di bagi dengan persentase perubahan produksi barang lainnya.

3.2 Hasil Survei
Tabel 1
Klasifikasi usahatani didaerah pengamatan
Usahatani : Daniel Nenobais
Pola Tipe Struktur Corak Input yang diamati
Lahan basah Padi – palawija - peternakan Campuran Subsisten
Semi subsisten Pupuk (TSP & Urea)

Usahatani : Martha Ewangmao
Pola Tipe Struktur Corak Input yang diamati
Lahan basah Padi – palawija Tidak khusus Subsisten Pupuk TSP & Urea

Usahatani : Apryana Benu
Pola Tipe Struktur Corak Input yang diamati
Lahan basah Padi – palawija Tidak khusus Subsisten
Semi subsisten Pupuk TSP & Urea

Usahatani : Elisabeth Leo
Pola Tipe Struktur Corak Input yang diamati
Lahan basah Padi – palawija Tidak khusus Subsisten Pupuk TSP & Urea

Usahatani :Ibrahim Amtiran
Pola Tipe Struktur Corak Input yang diamati
Lahan basah Padi -Palawija Tidak khusus Subsisten
Pupuk TSP & Urea

Usahatani : Eges Foenay
Pola Tipe Struktur Corak Input
Lahan basah Padi - Palawija Tidak khusus Subsisten
Semi subsisten Pupuk TSP & Urea

3.3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara dan pengakuan para petani yang diwawancarai di lahan, penulis mendapat data tentang pola usahataninya adalah lahan basah dengan komoditi padi, jagung, kangkung. Rata – rata responden yang ditemuai pada saat wawancara meruapakan petani penggarap, karena hamparan tanah di tempat pengamatan dimiliki oleh Bapak. Christian Foenay, para penggarap mengelola lahan dengan sistem bagi hasil dengan pemilik tanah, tetapi semua input selain tenaga kerja disiapkan oleh pemilik lahan. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga dan beberapa berasal dari kelompok tani “Tunas Baru”, pada keseharian penggarap menggunaka tenaga kerja sebanyak 4 orang pria dewasa sebagai tenaga kerja tetap. Pengairan berasal dari hujan (khusus untuk komoditi padi) dan dari saluran drainase yang sumber mata airnya berada di Keluharan Oebufu..Hasil juga sebagiannya untuk dikonsumsi.Alasan menanam komoditi tersebut karena kondisi tanah yang cocok selain itu ketiga komoditi ini merupakan andalan bagi petani – petani di sekitar.
Pola Usaha taninya adalah lahan basah dengan irigasinya dipengaruhi oleh pengairan setengah teknis. Tipe usaha tani yang dikelola adalah usahatani padi - palawija : dengan 3 jenis tanaman yang ditanam secara bergiliran, Jagung diusahakan setelah panen padi, begitupun kangkung setelah panen jagung. Struktur usaha taninya yakni tidak khusus karena petani mengganti cabang usaha, yaitu dari padi ke jagung lalu setelah itu kangkung.Corak usaha tani yang dimiliki petani adalah Sub-sisten yang mana menurut fadoli (1989), petani semi komersial adalah petani yang mengusahakan lahan pertaniannya sudah menggunakan alat-alat produksi tetapi masih dalam skala kecil.Hasil biasa sebagian digunakan untuk makan dan dijual. Hasil dari bertani padi setelah dibagi dengan tuan tanah seutuhnya dikonsumsi sedangkan untuk palawija (jagung dan kangkung) sebagian dijual. Bentuk usaha taninya adalah keluarga karena menurut Makeham (1991), sebagian besar besar pendapatan yang diterima oleh petani dalam setahun berasal dari usahataninya. Usaha tani yang demikian disebut usaha tani keluarga (family farm) karena memiliki ciri sebagai berikut : 1) sedikit dari seluruh tenaga kerja dari petani penggarapnya dan anggota keluargannya, 2) Separuh dari pendapatan kotornya yang diterima keluarga dari usaha tani tersebut.
Input yang menjadi pokok pengamatan adalah penggunaan pupuk. pupuk termasuk dalam faktor produksi modal, pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik maupun non-organik (mineral). Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan tumbuhan tersebut ,agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalau banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan (id.wikipedia.org/wiki/Pupuk).
Sehingga kontribusi input dalam hal ini pupuk terhadap produktivitas padi yang dihasilkan menjadi pengamatan penulis, tetapi dalam praktikum dilapangan konsep pengukuran yang diambil merupakan output lanjutan yaitu beras dan dedak dalam satuan kilogram, berdasarkan data hasil wawancara pada tiap responden yang ditemui, dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 2.
Tabel kemungkinan Produksi
X (Pupuk) Y2 (beras) MPPxy1 Y1 (jagung) MPPxy2
4 kg/ are 500kg / 10 are= 45 kg/are - 52 kg -
5.7 kg/are 4.200 kg/ 70 are = 55 kg/are 10 57kg 5
6,97kg/are 6.000 kg/86 are = 65 kg/are 10 54 kg - 3
7,1 kg/ are 5000 kg/ 56 are= 84 kg/are 19 49 kg -5
7,5 kg/are 3000 kg/ 40 are = 70 kg/are -14 42 kg -7
7,7kg/are 3500 kg/45 are = 73 kg -2 40kg -2




Kemungkinan produksi untuk X = 6 adalah
Y2 Y1
45 52
55 57
65 54
84 49
70 42
73 40
Berdasarkan data pada kemungkinan Produksi untuk X=6 maka dapat digambarkan grafik dengan Y1 (Beras) dan Y2(Dedak) sebagai berikut:

Y1 = 4105,069 – 25,501Y22
dY1/dY2=-51,002Y2
Table 3. Kombinasi Output dan MRPS dari Y1 dan Y2
MRPS Y1 untuk Y2
Y1 (Jagung) Y2 (Beras) Average Exact
52 45
-2652,104
57 55
-2907,114
54 65
-2754,108
49 84
-2499,098
42 70
-2142,084
40 73 -2040,08

Berdasarkan data primer yang diperoleh pada saat wawancara dan observasi , diketahuai harga Beras Rp. 7.000,-/kg dan Jagung sebesar Rp. 3.500,-/kg ; maka dapat dihitung rasio harga sebagai berikut:
Rasio harga = dY1/dY2=-PY2/PY1
-51,002Y2=-7000/3500
Y2 = 0,03
Y1 = 4105,069 – 25,501(0,03)2 = 4105,029
TR = 0,03 (7000) + 4105,029 (3500) = Rp. 14.367.811,-
α= 116o
Bila harga jagung mengalami peningkatan sebesar Rp. 1500, dari Rp.3500,- menjadi Rp. 5.000,- akibat perubahan pola konsumsi konsumen dan mengakibatkan penurunan harga beras dari Rp. 7.000,- menjadi Rp. 6.500,- ; maka dapat diasumsikan sebagai berikut :
Rasio harga = dY1/dY2=-PY2/PY1
-51,002 Y2=-6500/5000
Y2 = 0,025
Y1 = 4105,069 – 25,501(0,025)2 = 4105,05
TR = 0,025 (6500) + 4105,05 (5000) = Rp. 20.525.412,-
α= 53o

Minggu, 05 Juni 2011

PRODUK OLAHAN NIRA LONTAR “GULA LEMPENG” OLEH UMBU JOKA

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Clifford Geertz (1983:12-37) menyatakan bahwa sistem-sistem ekologi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua tipologi yang berbeda satu sama lain. Pertama,tipologi pertanian sawah yang terdapat di pulau-pulau Indonesia bagian dalam yang padat penduduknya. Kedua, tipologi pertanian ladang yang terdapat di Indonesia bagian luar, yang kurang padat penduduknya. Dari kedua sistemmenyatakan bahwa sistem-sistem ekologi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua tipologi yang berbeda satu sama lain. Pertama, tipologi pertanian sawah yang terdapat di pulau-pulau Indonesia bagian dalam yang padat penduduknya. Kedua, tipologi pertanian ladang yang terdapat di Indonesia bagian luar, yang kurang padat penduduknya. Dari kedua sistem ekologi tersebut dimungkinkan adanya berbagai tipologi, yang dibentuk berdasarkan gabungan dari keduanya. Akan tetapi menurut James Fox (1996: 33) terdapat sistem ekologi yang ketiga, yang peranannya semakin penting tetapi diabaikan dalam tipologi yang dibentuk oleh Clifford Geertz tersebut, yaitu sistem ekologi di pulau-pulau bagian luar Indonesia, terutama pada busur luar kepulauan di Nusa Tenggara Timur. Sistem ini bukan merupakan sistem pertanian yang lain, tetapi suatu kegiatan meramu, yaitu pemanfaatan pohon lontar (Borassus sundaicus Beck) yang sangat produktif.
Pohon Lontar adalah sejenis palma (pinang-pinangan) yang tumbuh di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Pohon Lontar (Borassus sundaicus Beck) menjadi salah satu flora identitas provinsi Nusa Tenggara Timur, hal ini didukung oleh lambang Kota Kupang( Ibu kota Provinsi NTT) yaitu Sasando, yang notabene merupakan produk kerajinan tangan olahan dari daun tanaman lontar serta Kabupaten Kupang yang mencantumkan gambar Pohon Lontar berdampingan dengan ternak sapi sebagai lambang administratif. Pohon ini banyak dimanfaatkan daunnya, batangnya, buah hingga bunganya yang dapat disadap untuk diminum langsung sebagai legen (nira), difermentasi menjadi tuak ataupun diolah menjadi gula lempeng (sejenis gula merah)
Pada kepulauan di busur luar Nusa Tenggara Timur, yakni di Pulau Sumba, Sawu, Raijua, Ndao, Rote, Semau dan Timor, terdapat banyak pohon lontar. Akan tetapi budidaya lontar secara intensif hanya dilakukan oleh penduduk Sawu dan Rote. Bagi masyarakat Sawu, pohon lontar merupakan sesuatu yang sangat berarti, karena selain dapat dijadikan sebagai bahan makanan pokok dalam kehidupannya, dapat pula dimanfaatkan untuk bahan kerajinan, bahan-bahan bangunan maupun untuk kelengkapan dalam upacara-upacara adat. Keadaan ini sangat berbeda dengan kondisi penduduk yang tinggal di pulau-pulau sekitarnya, seperti di Pulau Sumba maupun Pulau Timor. Penduduk dari kedua pulau tersebut hidup dengan mata pencaharian pokok dari perladangan. Perladangan yang dilakukan terutama adalah menanam jenis tanaman yang menghasilkan bahan pangan, seperti jagung, ubi kayu, canthel ataupun yang lainnya. Hal ini menjadi menarik guna melihat lebih jauh produk – produk olahan dari tanaman ini yang diharapkan dapat merubah cara pandang atau paradigm berpikir masyarakat tentang tanaman yang terkadang dianggap sebagai pengganggu.

1.2. Perumusan Masalah
Mendeskripsikan proses produksi dan keunggulan darai salah satu produk olahan nira lontar yaitu gula lempeng.

1.3. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini agar pembaca dapat mengetahui proses produksi gula lempeng serta keunggulan komparatif yang dimilikinya ,sedangkan kegunaan dari penyusunan makalah ini adalah guna melengkapi salah satu syarat perkuliahan Teknik Budidaya Tanaman Tahunan.

1.4. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini digunakan metode studi pustaka dengan mengambil data dari buku dan beberapa sumber dari internet serta observasi ke lokasi produksi pembuatan Gula Lempeng di kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima – Kota Kupang.

II. BIOLOGI TANAMAN LONTAR

2.1. Biologi Tanaman Lontar
2.1.1 Klasifikasi ilmiah:
Kerajaan : Plantae;
Divisi : Angiospermae;
Kelas : Monocotyledoneae;
Ordo : Arecales;
Famili : Arecaceae (sinonim: Palmae);
Genus : Borassus.
Spesies : Borassus sundaicus Beck
Pohon Lontar merupakan pohon palma (Palmae dan Arecaceae) yang kokoh dan kuat. Berbatang tunggal dengan ketinggian mencapai 15-30 cm dan diameter batang sekitar 60 cm. Daunnya besar-besar mengumpul dibagian ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Setiap helai daunnya serupa kipas dengan diameter mencapai 150 cm. Tangkai daun mencapai panjang 100 cm.
Buah Lontar (Lontar) bergerombol dalam tandan dengan jumlah sekitar 20-an butir. Buahnya bulat dengan diameter antara 7-20 cm dengan kulit berwarna hitam kecoklatan. Tiap butirnya mempunyai 3-7 butir daging buah yang berwarna kecoklatan dan tertutupi tempurung yang tebal dan keras.



Pohon Lontar atau Pohon Lontar dibeberapa daerah disebut juga sebagai ental atau Lontar (Sunda, Jawa, dan Bali), lonta (Minangkabau), taal (Madura), dun tal (Saksak), jun tal (Sumbawa), tala (Sulawesi Selatan), lontara (Toraja), lontoir (Ambon), manggitu (Sumba) dan tuak (Timor). Dalam bahasa inggris disebut sebagai Lontar Palm.
Pohon Lontar atau Lontar (Borassus sundaicus Beck) tumbuh di daerah kering. Pohon ini dapat dijumpai di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di Indonesia, Pohon Lontar tumbuh di Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian timur, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi. Pohon Lontar atau Lontar mulai berbuah setelah berusia sekitar 20 tahun dan mampu hidup hingga 100 tahun lebih.

2.2 Pemanfaatan Lontar
Daun Lontar (Borassus sundaicus Beck) digunakan sebagai media penulisan naskah lontar dan bahan kerajinan seperti kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian dan sasando, alat musik tradisional di Timor.
Tangkai dan pelepah pohon Lontar (Lontar atau Tal) dapat menhasilkan sejenis serat yang baik. Pada masa silam, serat dari pelepah Lontar cukup banyak digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.
Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan. Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) dapat disadap untuk menghasilkan nira lontar (legen). Nira ini dapat diminum langsung sebagai legen (nira) juga dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi menjadi tuak, semacam minuman beralkohol.
Buah Lontar, Buahnya, terutama yang muda, banyak dikonsumsi. Biji Lontar yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah Lontar” (nungu, bahasa Tamil). Biji Lontar ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan campuran minuman es dawet Lontar yang biasa didapati dijual didaerah pesisir Jawa Timur, Paciran, Tuban.
Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue; atau untuk dibuat menjadi selai.

III. Produk Olahan Nira Lontar , Gula Lempeng

Gula lempeng (sejenis gula merah) merupakan produk olahan dari nira lontar yang paling akrab bagi masyarakat kota Kupang, kususnya etnis Sawu dan Rote. Menurut pengalaman dan kearifan lokal yang masih dianut oleh para penyadap nira, bulan Juni-Juli adalah bulan-bulan di mana lontar paceklik dari nira. Airnya kering. Kemudian mulai Agustus hingga November adalah saatnya masyarakat Rote banyak membuat gula lempeng dan gula cair dari pohon lontar, karena airnya sedang banyak-banyaknya. Desember hingga Maret, dengan asumsi standar bahwa itu sedang musim penghujan, pohon-pohon lontar biasanya tidak menghasilkan air sama sekali.
Biasanya para pria bertugas memanjat pohon, mengambil nira, dan menurunkannya ke bawah dengan wadah dari daun lontar, sedangkan wanita yang umumnya kalangan ibu – ibu rumah tangga bertugas merebus, mencetak, mendinginkan, kemudian menjual gula-gula lempeng yang dihasilkan. Ia biasanya menjual kepada pengumpul dengan harga 100 rupiah per lempeng. Dalam sehari mereka rata – rata dapat membuat minimal 150 lempengan gula.

3.1. Proses pembuatan Gula Lempeng
Para pria biasanya bertugas menjadi pemanjat, dibutuhkan keterampilan khusus dalam memanjat batang tanaman lontar. Untuk memudahkan, biasanya pada lingkaran batang dibuat beberapa irisan yang diagonal pada sisi yang saling membelakangi, irisan ini akan berfungsi sebagai injakan atau tempat pijakan. Pemanjat juga mengguanakan tali yang diikatkan pada pinggang agar membantu menopang tubuh, karena ketinggian pohon lontar bias mencapai 20 – 30 m. mereka akan terus memanjat sampai ke pucuk, sambil menenteng Haik, semacam wadah penampung hasil kerajinan tangan dari daun tanaman lontar
Penyadap harus memilih pohon lontar dengan ciri-ciri tertentu sebelum melakukan penyadapan. Untuk pohon jantan dipilih yang mayangnya sudah berkembang sepenuhnya, semua tunas-tunasnya yang bercabang sudah tumbuh dan bunga-bunga kecil mulai tumbuh satu per satu. Sedangkan untuk pohon betina dipilih yang mayangnya belum tumbuh buah. Diperlukan banyak tenaga untuk menghancurkan dan meremas mayang betina. Oleh karena itu mereka cenderung menyadap lontar jantan, meskipun dikatakan bahwa lontar betina menghasilkan lebih banyak nira.

Setelah itu akan disaduh guna memisahkan air sadapan dengan kotoran – kotoran, sehingga air sadapan yang bersih yang akan diolah selanjutnya. Air sadapan nira lontar awalnya berwarna putih, bias langsung dikonsumsi sebagai minuman tradisional, di Kota Kupang banyak yang menjajahkan Tuak begitu nama minuman ini.
Wanita atau ibu rumah tangga bertugas mendidihkan air nira dari pohon lontar. Awalnya berwarna putih, ketika mengental akan berwarna cokelat. Hal yang unik ketika memasak nira hasil sadapan, menggunakan tungku yang terbuat dari tanah liat, namun tungku ini sangatlah kokoh dapat menampun 2-3 priuk sekali memasak. Juga terbilang cukup efisien dalam pembagian panas karena terdapat rongga sehingga bahan bakar yang masih berupa kayu bakar dapat dipergunakan dengan efisien dalam jumlah batannya tapi hasil pembakaran tetaplah efektif.
Setelah dirasa cukup kental, kemudian dimasukkan kedalam cetakan, cetakkan yang digunakan terbuat dari anyaman daun lontar yang berbentuk seperti gelang, agar mudah dalam mencetak biasanya digunakan sendok sebagai penuang. Tikar hasil anyaman dari daun lontar pun yang biasa digunakan untuk menjadi alas sehingga pada bagian bawah produk gulan lempeng biasa ada cetakan motif seperti yang terdapat pada tikar.
Setelah kering dan mengeras, maka gula lempeng siap untuk dipasarkan. Berdasarkan pantauan, harga gula lempeng berkisar Rp. 500,- /buah.



IV. KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Gula lempeng merupakan salah satu produk olahan nira hasil sadapan lontar, yang menjadi unggulan kususnya untuk produk makanan. Proses pembuatannyanya pun cukup unik; dimulai dari waktu menyadap, memasak dengan tungku yang khas, hingga mencetak dalam cetakkan kusus. Hamper semua proses masih erat kaitannya dengan produk olahan lontar lainnya yang berbentuk kerajinan tangan seperti wadah hasil anyaman lontar atau Haik untuk menampung sadapan lontar, hingga cetakkan yang terbuat dari anyaman irisan daun lontar yang dibentuk menyerupai gelang. Hal ini menunjukkan bahwa, lontar mempunyai potensi yang sangat luas untuk lebih dikembangkan lagi.

4.2. Saran
Perlu lagi meningkatkan para petani atau penyadap nira lontar untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memasak dan memasarkan produk olahan seperti gula lempeng, karena produk ini sudah umum dan banyak diproduksi. Pengemasan merupakan salah satu bentuk peningkatan nilai tambah, kemasan modern yang menarik tanpa menghilangkan keaslian produk dan keunggulan komparatif seperti cara produksi akan meningkatkan nilai jual gula lempeng. Bila produk ini bisa dipasarkan di Toko – Toko kue atau Bakkery dan sentra penjualan souvenir maka produk ini akan semakin diingat sebagai salah satu penganan khas Nusa Tenggara Timur.


DAFTAR PUSTAKA
Geertz, Clifford. 1983. Involusi Pertanian. Terjemahan S. Supomo. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Jayusman. 2010. Perkembangan Budidaya Lontar Di Pulau Sawu Nusa Tenggara Timur. Semarang. Universitas Negeri Semarang
wikipedia; zipcodezoo.com. diunggah pada 16 Mei 2011, pukul 21.00 WITA


Kamis, 02 Juni 2011

kerajinan ti'i langga oleh TRY AMBESA

NAMA : TRY AMBESA NIM/SEMESTER : 0804022597/VI(ENAM) PRODI : AGRIBISNIS DOSEN P.A : IR.SIMON SERAN M,Si
TI’I LANGGA ( keunikan dan filosofinya ) Sombrero, identik dengan Meksiko dan dunia mengakuinya. Topi kebanggaan Negara yang penduduknya masih memiliki darah Indian ini sangat terkenal dan hampir dijumpai diberbagai even yang diikuti warga negaranya.
Saat ini, mata dunia mulai tertuju ke Pulau Rote karena keindahan eksotik alamnya. Pulau paling selatan Indonesia ini memiliki banyak ciri khas budaya dan keindahan alamnya, mulai dari Sasando, Ombak Pantai Bo’a Nembrala yang sudah ‘mendunia’ bagi peselancar, aneka tarian tradisional, kain dan busana tradisional, aneka kerajinan tangan, pulau-pulau kecil yang eksotik, peninggalan-peninggalan sejarah yang sayang untuk dilewatkan dan masih banyak yang akan kita jumpai di Nusa fua funi itu.

Nusa Lote Nusa Malole (Pulau Rote, pulau yang baik-red) sering diplesetkan sebagai ROhnya TEknologi. Orang Rote memang sangat terkenal dan memiliki kemampuan menciptakan berbagai macam teknologi. Senjata api misalnya, merupakan pekerjaan mudah bagi orang Rote. Dalam keseharian, orang-orang suku lain di Nusa Tenggara Timur selalu berkata ‘apa sih yang tidak bisa dilakukan orang Rote?!. Hal ini juga yang ‘mengamcam’ keberadaan orang Rote diberbagai tempat. Orang Rote selalu menjadi stereotype, bahkan dianalogikan sebagai ‘musuh besar’ dan lebih ‘berbisa’ dari pada ular. Jika ada pertanyaan, ketemu ular dan orang Rote di Hutan, siapa yang akan di’bunuh’ terlebih dahulu?, semua akan menjawab orang Rote lebih dahulu.

Patung Topi Ti `i Langga Raja topi masih dipakai sebagai bagian dari pakaian tradisional orang Roti, yang menenun mereka dari daun muda dari pohon lontar (Borassus flabellifer). Desain mereka echo topi dan helm yang dikenakan oleh para pelaut Portugis, yang mulai mengunjungi Roti pada abad 16. Portugis adalah orang Eropa pertama yang mencoba untuk mengontrol perdagangan rempah-rempah melalui kolonisasi, dan mereka mendirikan basis permanen di seluruh nusantara, Malaka di Semenanjung Melayu, Makassar di Sulawesi, dan Dili di Timor Timur adalah pusat utama dari kekuasaan Portugis. Roti adalah tetangga dekat Timor, dan meskipun itu bukan tujuan perdagangan rempah-rempah, itu jatuh dalam lingkup pengaruh Portugis. Untuk hari ini, warisan Portugis di kepulauan tenggara Indonesia tetap kuat. , Pulau Rote sudah go International dengan Sasando-nya (alat music tradisional), kini giliran Ti’i Langga. Meksiko boleh terkenal dengan Sombrero-nya, tapi jangan lupa Sombrero orang Rote alias Ti’i Langga tidak kalah uniknya untuk dimiliki.


Topi kebanggaan orang Rote ini memiliki filosofi tersediri dan melekat erat dalam kepribadian orang Rote. Jiwa kepemimpinan, kewibawaan, percaya diri, menjadi contoh atau teladan terkandung dalam Ti’i Langga tersebut. Ketika anda (laki-laki) memakai topi tersebut anda akan merasakan nilai-nilai ini. Pun demikian, ada hal lain yang tidak kalah menariknya untuk diketahui. Terbuat dari daun lontar kering dengan kadar air yang tidak terukur dan semakin lama semakin mengering, membuat Ti’i Langga berubah warna dari kuning mudah menjadi coklat dan ‘antena’ yang tadinya tegak menjadi ‘miring’ dan sulit ditegakkan kembali. Disini menggambarkan karakter orang Rote yang tergolong sangat ‘keras’. Orang Rote punya prinsip hidup yang kuat, ketika mereka katakan salah tidak akan ada kompromi bila kita katakan itu benar. Kalau otaknya sudah ‘miring’ sangat sulit untuk dikendalikan sama halnya dengan Ti’i Langga yang sudah miring antenanya.


Bahan dasar Ti’i Langga adalah daun lontar yang sudah dikeringkan. Keunikan dan memiliki nilai eksotik menjadi cindera mata pilihan bagi para pelancong. Ciri khas lainnya, Ti’i Langga menjadi hiasan dinding orang Rote.



Alat dan bahan :
- 4 daun polok
- 4 lidik dari tulang daun lontar
- 1 bebak daun lontar
- Bahan lain (benang)
- Unduk
- Pisau


Cara pembuatan :
Ambil daun polok yang sudah tersedia kemudian daun tersebut di potong kecil menjadi 65 bagian,anyam daun tersebut seperti topi baru dilipat menjadi plat, setelah itu rakit pinggir dari topi dengan lidik dari tulang daun lontar tersebut bagian ini yang agak rumit karna membutuhkan ketelitian dan kerapian agar hasilnya rapi setelah selesai bagian pinggir tpoi tersebut barulah bagian yang terakhir di buat adalah antenanyadi buat dari ppolok kontar tersebut.

“jelly buah lontar” OLEH DELFIN NENOBAHAN

OLEH
DELFIN NENOBAHAN
0804022555

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2011 
PEMBUATAN JELLY BUAH LONTAR

Lontar merupakan jenis tanaman palam yang mempunyai banyak fungsi mulai dari akar batang, daun, bunga dan buah. Buah lontar yang masih muda dapat dijadikan pangan yang lesat. Salah satunya adalah jelly buah lontar sebagai makanan penutup atau makanan pencuci mulut. Selain tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembuatannya bahan yang digunakanpun murah dan mudah didapat.
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam membuat jelly buah lontar adalah sebagai
Berikut :
1. Buah lontar yang masih mudah dibersihkan kulitnya
2. Nutrijell coklat 1 bungkus
3. Gula pasir dan gula merah secukupnya
4. Air
5. Panci
6. Kompor
7. Mangkok dan sendok
8. Cetakan / Loyang
9. Piring
Setelah alat dan bahan disiapkan maka proses pengolahannya sebagai berikut :
1. Buah lontar dipotong kecil-kecil berbentuk dadu.
2. Campurkan gula pasir, gula merah, dan nutrijell dalam mangkok.
3. Tambahkan air dan aduk hingga merata.
4. Nyalakan kompor, tuang campuran tadi kedalam panci dan masak dengan menggunakan kompor yang nyala apinya kecil.
5. Aduk hingga mendidih dan agak kental.
6. Angkat, tuang adonan kedalam cetakan atau Loyang.
7. Taburi potongan buah lontar dan dinginkan.
8. Setelah dingin keluarkan dari cetakan / Loyang.
9. Potong sesuai selera dan hidangkan.

LAMPIRAN

“ PUDING LAPIS BUAH LONTAR “ oleh ANJELIANA TOKAN

PRODUK OLAHAN BUAH LONTAR
“ PUDING LAPIS BUAH LONTAR “
oleh NAMA : ANJELIANA TOKAN
NIM : 0804022543
PRODI :AGRIBISNIS
SEMESTER : ENAM
Pohon Lontar (Borassus flabellifer) adalah sejenis palma (pinang-pinangan) yang tumbuh di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Pohon Lontar (Borassus flabellifer) menjadi flora identitas provinsi Sulawesi Selatan. Di propinsi NTT lontar pun banyak ditemukan pohon lontar. Pohon ini tumbuh di daerah kering Pohon ini banyak dimanfaatkan daunnya, batangnya, buah hingga bunganya yang dapat disadap untuk diminum langsung sebagai legen (nira), difermentasi menjadi tuak ataupun diolah menjadi gula siwalan (sejenis gula merah). Pohon ini dapat dijumpai di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di Indonesia, Pohon Siwalan tumbuh di Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian timur, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi.
Pohon Lontar merupakan pohon palma (Palmae dan Arecaceae) yang kokoh dan kuat. Berbatang tunggal dengan ketinggian mencapai 15-30 cm dan diameter batang sekitar 60 cm. Daunnya besar-besar mengumpul dibagian ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Setiap helai daunnya serupa kipas dengan diameter mencapai 150 cm. Tangkai daun mencapai panjang 100 cm.
Buah Lontar bergerombol dalam tandan dengan jumlah sekitar 20-an butir. Buahnya bulat dengan diameter antara 7-20 cm dengan kulit berwarna hitam kecoklatan. Tiap butirnya mempunyai 3-7 butir daging buah yang berwarna kecoklatan dan tertutupi tempurung yang tebal dan keras.


Pemanfaatan Pohon Lontar
Daun Lontar (Borassus flabellifer) digunakan sebagai media penulisan naskah lontar dan bahan kerajinan seperti kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian dan sasando, alat musik tradisional di Timor.Tangkai dan pelepah pohon lontar (Lontar atau Tal) dapat menhasilkan sejenis serat yang baik. Pada masa silam, serat dari pelepah Lontar cukup banyak digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.
Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) dapat disadap untuk menghasilkan nira lontar (legen). Nira ini dapat diminum langsung sebagai legen (nira) juga dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi menjadi tuak, semacam minuman beralkohol. Buahnya dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan. Salah satunya adalah puding buah lontar yang akan saya tampilkan di dalam laporan ini.
Buah Lontar
Buahnya, terutama yang muda, banyak dikonsumsi. Biji Lontar yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah saboak” (bahasa kupang). Biji lontar ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan campuran minuman es dawet dan kemudian dijual. Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue; atau untuk dibuat menjadi selai.
Klasifikasi ilmiah:
Kerajaan: Plantae
Divisi: Angiospermae
Kelas: Monocotyledoneae
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae (sinonim: Palmae)
Genus: Borassus
Lontar dapat hidup hingga umur 100 tahun atau lebih, dan mulai berbuah pada usia sekitar 20 tahun.
Ekologi dan penyebaran
Pohon ini terutama tumbuh di daerah-daerah kering. Pohon ini dapat dijumpai di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di Indonesia, Pohon Siwalan tumbuh di Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian timur, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi.
Pembuatan” Puding Buah Lontar “
Bahan :
6 buah saboak , dibersihkan dan diiris halus
Agar –agar
5 sendok makan gula pasir
Susu kental manis
Air secukupnya
Alat :
Panci atau kuali
Sendok
Cetakan puding


Cara membuat:
1. Campur serbuk agar – agar dengan air dan gula pasir masak hingga mendidih.
2. Iris – iris halus buah lontar.
3. Siapkan cetakan dengan meletakan buah lontar di bagian dasar cetakan.
4. Tuang adonan puding yang sudah matang lepas hingga dingin
5. Setelah adonan dingin tuang lagi buah lontar
6. Lakukan berulang – ulang hingga cetakan penuh.
7. Puding lontar siap disajikan
8. Siram dengan susu pada bagian atas puding hingga rasa puding lebih nikmat

‘GULA HELA” dari olahan nira lontar oleh DEWI APRIANI SUSANTI

Lontar (Borassus Sundaicus) merupakan tanaman berumah dua (Dioceous),dimana bunga jantan
dan bunga betina terdapat pada pohon yang berbeda, oleh karenanya pohon jantan hanya
menghasilkan bunga saja,sedangkan pada pohon betina menghasilkan buahGambar Pohon Lontar

Pemanfaatan Pohon Lontar
Daun Lontar digunakan sebagai bahan kerajinan seperti kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian dan sasando, alat musik tradisional di Timor.
Tangkai dan pelepah pohon Lontar dapat menhasilkan sejenis serat yang baik. Pada masa silam, serat dari pelepah Lontar cukup banyak digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.
Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.
Buahnya, terutama yang muda, banyak dikonsumsi. Biji Lontar yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan
Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) dapat disadap untuk menghasilkan nira lontar. Nira ini dapat diminum langsung juga dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi menjadi tuak, semacam minuman beralkohol.
Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue; atau untuk dibuat menjadi selai.
Pembuatan gula hela
Gula hela adalah makanan khas daerah Sabu dimana terbuat dari gula merah. Gula merah terbuat dari sadapan bunga lontar untuk menghasilkan nira lontar.nira ini kemudian di masak dan menghasilkan gula.
Bahan-bahan:
 Air
 Minyak
 Gula pasir
 Gula merah
 Kacang tanah




Alat:




Cara membuat:
 Masak air, minyak, gula pasir, gula lempeng secara bersamaan sampai mendidih




 Setelah mendidih angkat dan tuangkan ke loyang yang telah di siapkan

 Campurkan kacang tanah di dalam adonan

 Setelah itu di rata-ratakan semua kacang tanah tersebut

 Apabila kacang tanah telah rata maka adonan siap di bentuk
 Adonan tadi di bentuk dan di tarik sesuai ukuran yang di inginkan



 Setelah itu adonan tadi siap di bungkus dan di pasarkan

Cara pembuatan ketupat(daun lontar) OLEH YUNUS NDAMAYELU

TUGAS BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN Cara pembuatan ketupat(daun lontar) Nama : Yunus Ndamayelu Nim / Semester :0804022608 / VI (Enam) Prodi : Sosek Dosen Wali :Ir.I Nyoman Sirma.Mp FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketupat adalah hidangan khas masyarakat Indonesia yang di gunakan sebagai hidangan untuk menyiapkan acara-acara. Di NTT ketupat sangatlah fenomenal yang pada umumnya untuk hidangan pada waktu rekreasi maupun acara besar lainnya. Beberapa catatan yang mungkin dapat dipelajari dalam pembuatan Ketupat yaitu Bahan pembungkus beras adalah daun lontar,namun banyak pula masyarakat di NTT hanya mengenal pembuatan ketupat dengan menggunaksan daun kelapa/pucuk kelapa. Pembuatan ketupat selalu menggunakan daun kelapa.Pada kenyataannya,pula masyarakat NTT menggunakan selongsong (kulit) terbuat dari anyaman daun lontar. Padahal, daun lontar cenderung tidak tahan terhadap panas dan mudah pecah. Ketupat adalah sejenis makanan yang terbuat dari beras yang dibungkus anyaman daun lontar maupun daun kelapa muda. Secara tradisi, hidangan ketupat ini tidak hanya dinikmati bersama keluarga, melainkan juga dijadikan hantaran kepada tetangga-tetanggaatau juga sebagai kelangsungan dalam berekreasi. B. Tujuan Tujuan dari pembuatan kketupat ini untuk mengetahui:
1. Untuk mengetahui seberapa penting kegunaan daun lontar.
2. Bagaimana proses pembuatan ketupat yang efektif denagan menggunakan daun lontar.

BAB II
PEMBAHASAN
Ketupat adalah hidangan khas masyarakat Indonesia yang di gunakan sebagai hidangan untuk menyiapkan acara-acara. Di NTT ketupat sangatlah fenomenal yang pada umumnya untuk hidangan pada waktu rekreasi maupun acara besar lainnya. Beberapa catatan yang mungkin dapat dipelajari dalam pembuatan Ketupat yaitu Bahan pembungkus beras adalah daun lontar,namun banyak pula masyarakat di NTT.
Pembuatan ketupat dengan menggunakan daun lontar sangatlah langkah karna telah dijelaskan bahwa kebanyakan masyarakat NTT dengan presentase sekitar 70% hanya mengetahui pembuatan ketupat pada dasarnya yaitu dengan menggunakan daun kelapa muda.
Dengan ini untuk mengetahui cara pembuatan ketupat dapat diketahui sebagai berikut:
a) Waktu dan Tempat pembuatan Ketupat:
 Hari / tanggal : Senin 11-05-2011 / 13.00 wita
 Tempat : Oesapa. Jln.komodo, km.09
b) Alat dan Bahan :
 Parang atau pisau
 Daun lontar / pucuk daun lontar.

c) Cara Pembuatan :
 Memotong daun lontar yang masih muda
 Membersihkan dan memilih daun yang baik
 Memisahkan tulangdaun lontar.
 Menganyam dalam bentuk persegi.
d) Contoh gambar pembuatan ketupat:











BAB III
P E N U T U P

3.1. Kesimpulan
Sesuai hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
a. Ketupat adalah hidangan khas masyarakat Indonesia yang di gunakan sebagai hidangan untuk menyiapkan acara-acara. Di NTT ketupat sangatlah fenomenal yang pada umumnya untuk hidangan pada waktu rekreasi maupun acara besar lainnya.
b. Beberapa catatan yang mungkin dapat dipelajari dalam pembuatan Ketupat yaitu Bahan pembungkus beras adalah daun lontar,namun banyak pula masyarakat di NTT hanya mengenal pembuatan ketupat dengan menggunaksan daun kelapa/pucuk kelapa.
c. Sebagaimana yang dijelaskan Saudara Oktavianus anyaman daun lontar seolah pecah, robek dan tidak rapi sebagaimana layaknya sebuah anyaman ketupat lagi. Tentu saja beras yang berada di dalamnya terlihat dan tampak jelas telah seperti bubur. Air yang mendidih melunakkan beras dan karena tidak adanya tekanan anyaman daun lontar maka jelas beras menjadi bubur dan tidak mengeras sebagaimana yang diharapkan. Oleh karna itu haruslah teliti dalam menganyam ketupat.
d. Waktu dan Tempat pembuatan Ketupat:Hari / tanggal Senin 11-05-2011 / 13.00 wita,Tempat Oesapa. Jln.komodo, km.09. Alat dan Bahan :Parang atau pisau Daun lontar / pucuk daun lontar.Cara Pembuatan :Memotong daun lontar yang masih mudaMembersihkan dan memilih daun yang baik Memisahkan tulangdaun lontar. Menganyam dalam bentuk persegi.


DAFTAR PUSTAKA
http://unik90.blogspot.com/2010/09/ketupat-terbesar-di-dunia-ada-di.htmlIndonesia."
http://unik90.blogspot.com/2011/09/ketupat-daun lontar-di--ada-di.NTT"
www,http://co.id.blogspot.com/1999/06/ketupat- daun lontar."

“PENGOLAHAN NIRA LONTAR MENJADI PRODUK NATA” OLEH YOHANITA F. HASAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tanaman lontar (Borassus flabellifer linn) yang tergolong dalam famili palmae, banyak tersebar di wilayah Indonesia khususnya di daerah Sulawesi Selatan. Di daerah Sulawesi Selatan tanaman lontar ini tersebar di wilayah Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, dan Kabupaten Jeneponto. Tanaman ini cukup dikenal karena beragam manfaatnya. Mulai dari akar, batang, daun bahkan sampai pucuk pohon dan tandan bunga jantan dapat menghasilkan nira sedangkan tandan bunga betina menghasilkan buah. Nira yang dihasilkan dari tanaman ini dapat dijadikan bahan baku gula/pemanis maupun sebagai minuman segar.
Tanaman lontar memiliki berbagai manfaat, namun yang banyak diusahakan petani sehari-hari adalah niranya, itupun hanya diolah menjadi gula merah atau langsung diminum sebagai minuman segar. Produk-produk nira dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu produk yang tidak mengalami proses fermentasi dan yang mengalami proses fermentasi. Salah satu jenis produk fermentasi yang dapat dihasilkan dari nira adalah produk nata.
Pembuatan nata di Indonesia, khususnya pada daerah penghasil nira, belum terlalu mendapat banyak perhatian. Hal itu pada umumnya disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan nira menjadi produk nata. Beberapa produk nata yang sudah dikenal oleh masyarakat saat ini hanya produk nata de coco yang terbuat dari air kelapa karena sudah diproduksi secara komersial. Namun secara fisik air kelapa tidak jauh berbeda dengan nira lontar.
Nira sebagai bahan dasar dalam pembuatan gula merah merupakan bahan yang mudah mengalami fermentasi dan meningkatkan kadar keasaman yang berdampak menurunkan mutu gula dan menyebabkan nira tidak dapat lagi dibuat menjadi gula merah. Namun sebaliknya, pada pembuatan nata dibutuhkan nira dengan tingkat keasamaan yang tinggi, disertai dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum dan penambahan gula pada konsentrasi tertentu sebagai sumber energi yang dapat merangsang bakteri tersebut membentuk krim atau lapisan yang terapung pada permukaan media.
Kandungan nata yang terbesar adalah air yang besarnya mencapai 98%, sehingga makanan ini banyak digunakan untuk keperluan diet dan bermanfaat untuk proses pencernaan serta membantu penderita diabetes karena mengandung serat dan sumber makanan rendah kalori.
Produk nata adalah salah satu jenis makanan penyegar atau pencuci mulut dari hasil fermentasi. Hal ini sangat disayangkan karena produk nata belum dikembangkan di wilayah Kabupaten Jeneponto sementara peluang untuk memproduksi secara komersial sangat besar karena persediaan bahan baku yang cukup banyak tersedia. BAB II
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pohon lontar merupakan salah satu tanaman endemik yang ada di Kabupaten Jeneponto. Pohon lontar memiliki banyak manfaat dan potensi untuk dikembangkan. Salah satu unsur yang dihasilkan oleh pohon lontar adalah nira lontar, yang oleh masyarakat setempat hanya diolah menjadi minuman penyegar dan gula merah. Dengan memperhatikan potensi yang masih dapat digali dari nira lontar ini maka penelitian mengenai pengolahan nira lontar menjadi produk nata dianggap perlu untuk dilakukan. Dengan dasar tersebut maka tim peneliti mengambil judul ‘Pengolahan Nira Lontar Menjadi Produk Nata di Kabupaten Jeneponto’. Di samping itu, populasi dan jumlah pohon lontar yang ada di Kabupaten Jeneponto yang masih sangat banyak dapat dijadikan sebagai cadangan bahan baku untuk mengembangkan pengolahan nira lontar menjadi produk nata yang diyakini memiliki prospek yang baik untuk dijadikan sebagai salah satu komoditi ekspor. Sehingga masyarakat di Kabupaten Jeneponto memiliki keterampilan yang lebih dalam pengolahan produk asli daerah dan peningkatan dalam hal kesejahteraan hidup.
Salah satu faktor yang menjadi ukuran keberhasilan suatu hasil produksi adalah rendemen. Penambahan (NH4)2SO4 juga sangat penting karena Acetobacter xylinum memanfaatkan nitrogen dari bahan organik dan terbukti bahwa urea, ZA serta natrium sulfat memberikan tanggapan positif terhadap pembentukan nata, juga ZA membuktikan rendemen nata tertinggi, berarti dengan penambahan ZA mengakibatkan peningkatan rendemen.
Gula merupakan sumber energi mikroba yang dapat menghasilkan asam asetat dengan terbentuknya selulosa yang dapat membungkus sel bakteri. Semakin banyak gula yang ditambahkan maka rendemen nata yang diperoleh juga akan mengalami peningkatan sampai mencapai batas konsentrasi 15%. Akibat dari penambahan gula mengakibatkan bakteri Acetobacter xylinum yang tujuan utamanya bukan untuk menghasilkan serat tetapi gula yang ada dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan selnya, sedangkan serat yang terbentuk merupakan hasil sampingan dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum yang digunakan untuk berkontak langsung dengan udara luar melalui benang-benang fibril yang mengapung di permukaan media.
Adanya aktivitas dari bakteri nata dalam mengubah komponen gula menjadi senyawa-senyawa asam mengakibatkan keasaman menjadi meningkat, dimana kadar asam merupakan jumlah asam yang terkandung dalam suatu bahan dalam proses fermentasi dalam hal ini asam asetat yang dihasilkan. Kadar keasamaan ini disebabkan karena adanya penambahan gula ke dalam nira lontar yang selanjutnya berubah menjadi asam asetat sehingga dapat meningkatkan keasaman dalam pembuatan nata. Tingkat keasaman diatur dengan menggunakan asam asetat. pH medium yang baik sekitar 4 – 4,5 dan suhu ruang penyimpanan 28-30oC. Kandungan gula yang terdapat di dalam media lebih banyak digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan selnya bukan untuk sintesa selulosa, sehingga konsentrasi asam lebih tinggi.
Jika ditinjau dari segi kualitas, produk nata yang dihasilkan dari nira lontar memiliki kandungan yang sama dengan nata yang dihasilkan dari air kelapa, yaitu mengandung kadar air yang tinggi (sekitar 98%) dan memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga baik untuk proses pencernaan dalam tubuh.



A. CIRI-CIRI UMUM TANAMAN LONTAR
Tanaman lontar merupakan pohon berkayu, tidak bercabang, berbentuk silindris, permukaan batang tampak lebih halus dan berwarna agak kehitam-hitaman, diameter pangkal kurang lebih 60 cm dengan ketinggian pohon sekitar 15-30 meter pada pohon yang telah menghasilkan nira. Komposisi daun berupa daun majemuk dengan anak-anak daun melekat satu sama lain dan terdapat pada ujung tangkai daun. Di sepanjang tangkai daun yang panjang dan kaku, terdapat banyak duri. Daun berbentuk bulat seperti kipas, tapi berlekuk-lekuk dan lancip. Daun tersebut tebal dan sedikit keras dengan panjang sekitar 2,5 – 3 m.
Tanaman ini ada yang menghasilkan bunga jantan saja dan ada juga yang menghasilkan bunga betina saja, dengan bunga berbentuk tandan. Bunga yang hanya berkelamin satu dan juga tanpa mahkota ini tumbuh terkulai sepanjang 25 – 30 cm. Buah berbentuk bulat dan cukup besar. Di dalamnya mengandung air dan berserabut. Setiap buah rata-rata memiliki 1 – 3 biji dengan daging buah berwarna putih mirip dengan daging buah kelapa. Tekstur biji yang telah tua sangat keras dan dapat digunakan untuk perbanyakan.



Menurut klasifikasi botani, tanaman lontar termasuk:
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Palmae
Famili : Palmaceae
Genus : Borassus
Spesies : Borassus flabellifer linn.

B. SIFAT DAN KOMPOSISI NIRA
Nira adalah cairan yang rasanya manis yang diperoleh dari jenis tanaman tertentu. Proses pengambilan nira bisa dilakukan dengan cara digiling, diperas atau disadap. Nira umumnya digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan gula atau pemanis. Selain itu, nira juga dapat digunakan untuk membuat asam cuka, minuman beralkohol, minuman tidak beralkohol dan obat tradisional.
Komponen utama yang terdapat dalam nira selain air adalah karbohidrat dalam bentuk sukrosa. Sedangkan komponen lainya adalah jumlah yang relatif kecil, yaitu protein, lemak, vitamin, dan mineral. Susunan komponen tersebut memungkinkan nira dapat direkayasa lebih lanjut untuk menjadi berbagai produk baru seperti aneka pemanis, minuman ringan (tuak, anggur dan nata), asam cuka, alkohol dan juga sebagai media tumbuh yang baik bagi mikroorganisme terutama bakteri dan khamir (jamur).
Pada dasarnya komposisi nira aren, nira lontar, dan nira kelapa tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan air kelapa (Tabel 1), dimana air kelapa mengandung 91,27% air, 0,29% protein, 0,15 % lemak, 7,29% karbohidrat, serta 0,60% abu.
Tabel 1. Komposisi Nira Lontar, Nira Aren, dan Nira Kelapa.
Asal Nira Kadar Air (%) Kadar Karbohidrat (%) Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%) Kadar Abu (%)
Lontar 86,10 11,30 0,30 0,02 0,04
Aren 87,20 11,28 0,20 0,02 0,24
Kelapa 86,20 14,35 0,10 0,17 0,66
Sumber: Anomimous, 1980 dalam Delima, 2003.

C.PEMBUATAN NATA

A. BAHAN DAN ALAT
Untuk mengolah nira lontar menjadi produk nata dibutuhkan bahan baku nira dan bahan-bahan pembantu antara lain: stater / bibit Acetobacter xylinum, asam cuka, urea dan gula pasir. Sementara alat-alat yang dibutuhkan yaitu: jergen, baskom, saringan, gelas ukur, panci, kompor, bahan bakar, botol, nampan (baki fermentasi), tali rafia, karet gelang, dan pisau.
B. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode eksperimen biokimia. Di dalam eksperimen tersebut dilibatkan beberapa unsur biologis dan kimia yang akan bereaksi antara satu dengan yang lainnya dalam waktu yang telah ditentukan yaitu selama 9 (sembilan) hari, mulai dari tahap awal hingga tahap akhir. Salah satu unsur biologis yang digunakan dalam eksperimen ini adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan bereaksi dengan unsur kimia yang juga dijadikan bahan yaitu pupuk ZA yang akan menghasilkan nitrogen sebagai sumber nutrisi bagi bakteri
C. PROSEDUR PENELITIAN
Untuk menghasilkan produk nata yang berkualitas maka sebelum pengolahan, nira disaring untuk membersihkan kotoran yang tercampur di dalamnya. Dalam proses pengolahan nira menjadi nata digunakan dua macam larutan. Pertama, starter yang merupakan larutan nira yang difermentasi dalam botol setelah diinokulasi dengan Acetobacter xylinum sebagai bibit. Kedua adalah larutan utama yang akan difermentasi dalam nampan guna menghasilkan nata.
Untuk membuat starter, campurkan nira yang masih manis dengan asam cuka 15%, kemudian direbus di atas kompor sampai mendidih dan ditambahkan ZA dan gula selama 15 menit. Larutan nira panas kemudian dituangkan ke dalam botol sebanyak 400 ml/botol. Tutup botol dengan kertas koran dan ikat penutup dengan karet gelang, dinginkan selama 6 jam. Setelah dingin tutup botol dibuka dan ditambahkan 200 ml larutan bibit Acetobacter xylinum yang telah disiapkan dalam botol lain. Tutup kembali botol dengan kertas koran dan ikat dengan karet gelang, kemudian simpan di tempat yang aman dan biarkan sampai terbentuk lapisan pada permukaan media. Kedua adalah larutan utama pembuatan nata. Larutan ini dibuat setelah starter berumur 9 hari. Caranya adalah ukur nira yang sudah disaring dan masukkan ke dalam panci perebus, tambahkan asam cuka 15% sebanyak 20 ml / 1 liter nira, gula pasir 4 sendok makan / 5 liter nira, dan urea 4 sendok makan / 10 liter nira didihkan selama 15 menit. Setelah mendidih angkat dari kompor, dan masukkan nira panas sebanyak 1000 ml ke dalam nampan. Kemudian tutup dengan kertas koran dan ikat dengan tali rafia agar kertas koran penutup tidak terbuka. Setelah larutan utama dalam sudah dingin (setelah 3 jam), kemudian tambahkan 200 ml larutan starter yang telah difermentasi ke dalam nampan. Nata terbentuk secara sempurna dan dapat dipanen setelah 14 hari. Nata kemudian dicuci bersih dan direndam dalam air dingin selama 2 hari. Dari proses pengolahan yang baik dapat dihasilkan nata dalam bentuk lembaran dengan rendemen sebesar 90% (900 gram nata per liter nira lontar).
Lembaran nata yang sudah dicuci dan direndam dalam air selama 2 hari, diiris atau dipotong-potong menjadi ukuran kecil berbentuk dadu. Nata yang sudah dipotong kemudian direbus dan ditiriskan. Nata dari nira lontar ini adalah bahan makanan yang hampir tidak memiliki rasa sehingga harus ditambahkan bahan pemberi rasa. Pada umumnya nata sebelum dikonsumsi direbus dulu dengan air gula dan ditambahkan sedikit essence sesuai kesukaan masing-masing konsumen.


C. NATA DAN KEGUNAANNYA
Nata termasuk hasil fermentasi, seperti halnya tape. Biakan yang digunakan adalah Acetobacter xylinum. Jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula bakteri ini akan menghasilkan asam cuka atau asam asetat dan lapisan putih yang terapung-apung dipermukaan cairan tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata.
Nata merupakan jenis makanan yang berbentuk padat, kokoh, putih, tranparan, kenyal serta memiliki rasa yang mirip dengan rasa buah kolang kaling. Produk nata ini banyak digunakan sebagai bahan campuran es krim, coctail buah, sirup, dan sebagainya. Nilai gizinya rendah, kandungan terbesarnya adalah air yang mencapai 98% sehingga produk ini banyak digunakan sebagai sumber makanan rendah kalori untuk keperluan diet dan juga mengandung serta yang bermanfaat untuk proses pencernaan. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Pengolahan Nira Aren Menjadi Produk Nata Pinnata. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Sulawesi Selatan

Dasuki, Ahmad. 1991. Sistematika Tumbuhan Tinggi. Bandung: Institut Teknologi Bandung

Delima, Yuliana. 2003. Pengaruh Penyimpanan Nira Lontar Terhadap Nata yang Dihasilkan. Makassar: Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin

Lutony, Luqman. 1993. Tanaman Sumber Pemanis. Jakarta: Penebar Swadaya

Palungkun, Rony. 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta: Penebar Swadaya

Pambayun, Rindit. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Yogyakarta: Kanisius

Suryani, A., E. Hambali dan A. Suryadarma. 2005. Membuat Aneka Nata. Jakarta: Penebar Swadaya

Sukendar, N.K. 1989. Pengaruh Jenis Pengawet Nira Lontar dan Konsentrasi Gula Reduksi Total TerhadapAktivitas Acetobacter xylinum pada Pertumbuhan Nata de Nira. Ujung Pandang: Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin

Van Stenis, C. G. G. I. 1975. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta: Pradya Paramita

Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Jakarta: Agromedia Pustaka

BATANG LONTAR DIGUNAKAN UNTUK LATA/KOSEN RUMAH oleh Yohanes K. Lewa

TUGAS
BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN
BATANG LONTAR DIGUNAKAN UNTUK LATA/KOSEN RUMAH














NAMA : YOHANES KONSTAN LEWA
NIM : 0804022605
PRODI : SOSEK
DOSEN WALI : Ir. LIKA BERNADINA, MSc.Agr





FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2011

Tanaman lontar (Borassus flabellifer linn) yang tergolong dalam famili palmae, banyak tersebar di wilayah Indonesia khususnya di daerah Sulawesi Selatan. Di daerah Sulawesi Selatan tanaman lontar ini tersebar di wilayah Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, dan Kabupaten Jeneponto dan di Nusa Tenggara Timur. Tanaman ini cukup dikenal karena beragam manfaatnya. Mulai dari akar, batang, daun bahkan sampai pucuk pohon dan tandan bunga jantan dapat menghasilkan nira sedangkan tandan bunga betina menghasilkan buah. Nira yang dihasilkan dari tanaman ini dapat dijadikan bahan baku gula/pemanis maupun sebagai minuman segar.
Di propinsi NTT, pohon lontar banyak digunakan sebagai bahan bangunan. Bahan bangunan dari pohon lontar sudah dikenal ampuh karena bangunan akan kuat dan kokoh. Selain itu, NTT juga sudah dikenal dengan penghasil lontar namun belum dimanfaatkan secara baik. Banyak yang sudah mengetahui dan mengenal manfaat lontar secara mendalam namun masih banyak juga yang belum memahaminya. Pohon lontar yang sudah dipotong dan dibagi-bagi dapat digunakan sebagai kosen atau lata rumah.

CIRI-CIRI UMUM TANAMAN LONTAR

Tanaman lontar merupakan pohon berkayu, tidak bercabang, berbentuk silindris, permukaan batang tampak lebih halus dan berwarna agak kehitam-hitaman, diameter pangkal kurang lebih 60 cm dengan ketinggian pohon sekitar 15-30 meter pada pohon yang telah menghasilkan nira. Komposisi daun berupa daun majemuk dengan anak-anak daun melekat satu sama lain dan terdapat pada ujung tangkai daun. Di sepanjang tangkai daun yang panjang dan kaku, terdapat banyak duri. Daun berbentuk bulat seperti kipas, tapi berlekuk-lekuk dan lancip. Daun tersebut tebal dan sedikit keras dengan panjang sekitar 2,5 – 3 m.
Tanaman ini ada yang menghasilkan bunga jantan saja dan ada juga yang menghasilkan bunga betina saja, dengan bunga berbentuk tandan. Bunga yang hanya berkelamin satu dan juga tanpa mahkota ini tumbuh terkulai sepanjang 25 – 30 cm. Buah berbentuk bulat dan cukup besar. Di dalamnya mengandung air dan berserabut. Setiap buah rata-rata memiliki 1 – 3 biji dengan daging buah berwarna putih mirip dengan daging buah kelapa. Tekstur biji yang telah tua sangat keras dan dapat digunakan untuk perbanyakan.

Menurut klasifikasi botani, tanaman lontar termasuk:
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Palmae
Famili : Palmaceae
Genus : Borassus
Spesies : Borassus flabellifer linn

 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan lata dari batang lontar adalah batng lontar yang sudah tua, senso (pemotong dam pembelah kayu dari mesin), benang (untuk membuat garis lurus pada waktu pembelaan), parang.

 Proses pembuatan lata atau kosen rumah dari pohon lontar
Dalam proses pembuatan dilakukan berbagai teknik agar hasilnya dapat memuaskan hati. Ada beberapa cara yaitu
• Pilih pohon lontar yang sudah tua
• Potong pohon lontar yang dimaksud dengan menggunakan senso atau alat pemotong kayu dari mesin dengan tinggi dari permukaan tanah ± 90 cm. Kayu atau pohon lontar yang mentah ataupun kering tidak mempengaruhi mutu kayu yang dihasilkan.
• Pohon yang sudah tumbang dipotong menjadi beberapa bagian sesuai ukuran yang dibutuhkan,
• Buat garis lurus agar dalam proses pembelaan tidak terjadi kesalahan atau bengkok,
• Belah bagian-bagian pohon yang sudah dibuat garis lurus tersebut sehingga menyerupai balok panjang yang merupakan bahan bangunan rumah yang digunakan sebagai lata atau kosen. Pembelahan dilakukan dengan ukuran sesuai dengan yang dibutuhkan.
 Tempat penyimpanan
Kayu yang sudah dipotong haris disimpan pada tempat yang kering. Tempat basah atau lembab dapat menyebabkan kayu/lata yang siap digunakan itu menjadi rusak.


Potongan kayu lontar yang siap digunakan sebagai lata rumah


Proses pembuatan lata rumah yang dilakukan oleh tukang yang berpengelaman.

Pembuatan Kosen atau Lata Rumah
Kosen ataupun lata adalah bagian dari rumah yang penting, dimana bagian ini digunakan untuk menahan seng atau genteng yang dipasang sebagai atap. Pohon lontar digunakan sebai lata karena tahan lama dan kokoh dan proses pembuatannya tergantung dari tukang yang bersangkutan.







Informasi diperoleh dari tukang yang mengerjakan rumah di Kayu Putih pada hari Kamis, 19 Mei 2011.

SENDAL DARI DAUN LONTAR oleh lorry lony djo

BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN

KERAJINAN DARI DAUN LONTAR
“Sendal Lontar”




NAMA : LORRY LONNY DJO
NIM/SEMESTER : 0804022576/VI
PRODI : AGRIBISNIS
DOSEN PA : IR. ROY NENDISSA, MP 
(sendal dari daun Lontar)
Tatabeis (bahasa rote)
1.1 PENGENALAN

Pohon lontar atau siwalan berasal dari India kemudian tersebar sampai ke Papua Niugini, Afrika, Australia, Asia Tenggara dan Asia tropis. Tanaman ini tumbuh melimpah di India, Myamnar dan Kamboja.
Pohon berbatang lurus, tidak bercabang, tinggi 15-40 m. Kulit luar batang hitam seperti tanduk dengan urat bergaris-garis kuning. Tajuk tinggi mencapai 4 m. Tangkai daun sampai 1 m, pelepah lebar, bagian atas hitam, dengan duri tempel pada tepinya. Helaian daun bulat, berdiameter 1-1,5 in, bercangap menjari. Tangkai tongkol bunga sampai 0,5 m, membengkok, panjang bulir 20-30 cm.
Buah bulat peluru, diameternya 7-20 cm, berat 1,5-2,5 kg, ungu tua sampai hitam. Daging buah muda keputih-putihan, daging buah dewasa kuning yang berubah menjadi serabut.

1.2 KEGUNAAN
1. Nira untuk mengobati batuk - berdarah dan disentri, untuk membuat gula palem, - dan untuk membuat minuman keras melalui fermentasi (kadar alkoholnya 5-6%).
2. Daunnya dibuat atap rumah, keranjang, sapu, anyaman tikar, bahan bakar, dan pada jaman dahulu digunakan untuk menulis.
3. Tangkai daun dibuat pagar atau bahan bakar.
4. Serat dan muda atau batangnya ditenun menjadi sarung, topi, kotak, tikar, tah, sikat pakfilan dan aneka perhiasan.
5. Batangnya kuat dan lurus dibuat bahan bangunan dan jembatan.
6. Umbutnya sebagai sayur atau dimakan mentah rasanya manis segar.
7. Bagian dalam batang atas mengandung tepung dibuat makanan kecil.
8. Buah yang masak dikeringkan ditambah tepung beras untuk membuat kue dan selai.
9. Di Makasar akar kecambah lontar berukuran sebesar jari digoreng atau direbus.
10. Di Myanmar dan Kamboja tanaman lontar dimanfaatkan sebagai tanaman penahan angin atau tanaman pembatas. Dan masih banyak lagi kegunaan dari Pohon lontar ini.
1.3 PRODUKSI
• Di Sri Lanka dari area seluas 25.000 ha diperkirakan ada 10.000.000 pohon
• Di India dari luas yang sama terdapat 60.000.000 pohon.
• Di Myanmar ada 2.500.000 pohon
• Di Kamboja pada area tersebut tercatat 1.800.000 pohon. Pada tahun 1968 produksi gula lontar di Kamboja sekitar 10.000 ton per tahun.
• Di Indonesia sendiri dari luas penanaman sekitar 15.000 ha yang terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura hanya ditemukan 500.000 pohon.
• Selain itu ada juga perkebunan lontar di Sulawesi, kepulauan Sunda Kecil, Maluku dan Irian Jaya, tapi tidak diketahui jumlahnya.

1.4 KANDUNGAN KIMIA

Nira mengandung 17-2011/o bahan kering,
pH 6,7-6,9. Setiap liter mengandung protein dan asam amino (360 mg N),
sukrosa 13-18%,
P. 110 mg,
K 1900 mg,
Ca 60 mg,
Mg 3 0 mg, vitamin B 3,9 TU vitamin C 132 mg,
dan abu 4-5 g.
Buah segar beratnya sekitar 2790 g (100%)
terdiri atas kelopak bunga 175 g (6,3%),
sabut 120 g (4,3%),
tempurung 66 g (2,4%),
daging buah 1425 g (51,0%) dan 3 buah biji beratnya 1004 g (36,0%).




1.5 EKOLOGI
Beradaptasi di daerah kering, curah hujan 500-900 mm per tahun, juga tumbuh di daerah dengan curah hujan per tahun sampai 5000 mm. Tumbuh liar di tanah berpasir, juga tanah yang kaya bahan organik. Perbanyakan dan pertumbuhan Perbanyakan dengan biji.
Biji Yang besar dan sehat ditanam pada kedalaman 10 cm dan jarak tanam 3-6 m. Biji berkecambah 45-60 hari setelah tanam. Daun payung pertama muncul setelah 9-12 bulan. Pada umur 4-6 tahun, tumbuh roset. Pertumbuhan batang sekitar 30 cm per tahun.
Pertumbuhan daun yang optimal mencapai 14 lembar per tahun, sehingga tajuk dibentuk oleh sekitar 60 daun.
Bila lingkugan tidak menguntungkan tajuk hanya memiliki 30 daun.
Pohon tontar berbunga dan berbuah setelah 12-20 tahun, pada musim kemarau. Umur pohon lontar mencapai 150 tahun, yang memiliki nilai ekonomi hanya sampai 80 tahun.

1.6 PANEN DAN PEMROSESAN
Hasil pohon lontar berupa nira dan buah. Dibandingkan pohon jantan pohon betina menghasilkan nira lebih banyak, lebih manis, lebih merah dan lebih kental sehingga lebih cocok untuk pembuatan gula yang berwarna kuning-coklat muda.
Penyadapan nira setelah pohon berumur 25-80 tahun. Bunga yang belum mekar dipancung/ditoreh, kemudian cairan ditampung tabung bambu. Penyadapan pada sore hari lebih baik daripada pagi hari, karena perolehan nira lebih banyak.
Nira dimasak sampai menjadi adonan yang kental, diaduk agar tidak gosong, dicetak menggunakan cetakan yang terbuat dan potongan bambu, tempurung kelapa atau cetakan yang lain. Setelah mengental gula dikeluarkan dari cetakan. Selanjutnya dikeringkan.
Hasil nira setiap pohon bervariasi rata-rata 100-160 liter per pohon per tahun. Hasil gula tiap pohon diperkirakan 16-70 kg per pohon per tahun. Bila penanaman bertujuan untuk menghasilkan buah, hasil buah per pohon berkisar 200-350 buah per tahun.




4.7 HAMA DAN PENYAKIT

Hama yang banyak menyerang lontar adalah kumbang Orycctes dan Rhynchophorus. Penyakit yang paling berbahaya adalah busuk upih dari jamur Phytophthora palmifora.
Gejalanya bercak-bercak pada belaian daun yang menjalar sampai ke tunas. Kemudian tunas akar membusuk. Pohon yang terserang harus segera dimusnahkan dan dibakar untuk menghindari penularan pada pohon yang lainnya.

4.8 SALAH SATU OLAHAN DARI LONTAR
Daun Lontar (Borassus flabellifer) di Nusa Tenggara Timur digunakan sebagai media penulisan naskah lontar dan bahan kerajinan atau souvenir seperti tikar, topi (ti’ilangga dari daerah rote), aneka keranjang, tenunan untuk pakaian, lintingan rokok, sarung pisau atau parang, haik (alat timba atau wadah tuak manis), tempat sirih, sandal tradisional, kipas api tungku, sasando yaitu alat musik tradisional dari Rote dan atap rumah Tangkai dan pelepah pohon Siwalan (Lontar atau Tal) dapat menhasilkan sejenis serat yang baik. Pada masa silam, serat dari pelepah Lontar cukup banyak digunakan di Sumba, Sabu dan Rote ptovinsi Nusa Tenggara Timur untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.
Daun lontar yang digunakan dalam pengolahan barang kerajinan maupun lain-lain adalah daun lontar yang masih muda atau yang sering disebut polok. Sebelum diolah polok ini dijemur terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengurangi kadar air dalam daun. Penjemuran ini mebutuhkan waktu kurang lebih satu hari.
Salah satu olahan yang bisa di buat dari daun lontar adalah Sendal yang yang bealakangan ini sudah bisa di gunakan oleh masyarakat kota kupang. Sandal jepit atau sandal jepang adalah sandal berwarna-warni berbahan karet atau plastik. Tali penjepit berbentuk huruf "v" menghubungkan bagian depan dengan bagian belakang sandal. Bagian alas bisa dibuat dari karet, plastik, kayu, ban bekas, anyaman tali, atau anyaman rumput.


SANDAL LONTAR, SANDAL UNIK ANYAMAN DARI BAHAN DAUN LONTAR
Negara Asal: Indonesia
Harga: Rp. 5000,-
Jumlah: MIN 1000 PASNG/PESANAN
Kemas & Pengiriman: PAK/PASANG
Keterangan: Sandal hotel atau alas kaki unik yang terbuat dari daun lontar, UNIQUE, ETNIC, ARTISTIC, FASHION GREEN sangat ringan, dan cocok di pakai untuk orang yang memiliki citarasa seni tinggi. Sangat cocok di gunakan di hotel - hotel maupun untuk sovenir.














Cara Membuat Kerajinan “Tempat Sirih”
Umunya untuk membuat anyaman yang akan dibentuk menjadi tempat sirih akan menggunakan daun lontar yang masih muda agar kuat dan tahan lama dan daun yang dipilihpun yaitu daun yang tidak berlubang dan berwarna hijau merata agar terlihat indah saat dibentuk tempat sirih.
Alat dan Bahan:
1. Pisau
2. Parang
3. Daun lontar yang muda
4. Kesumba (warna sesuai selera)
Cara Membuat:
1. Daun muda yang diambil dibersihkan/ dihaluskan permukaannya
2. Daun dipotong dengan lebar 3 cm
3. daun dicuci kemudian dijemur selama 3 jam
dan jangan terlalu kering.
4. Daun dianyam biasa umumnya dan menganyam selip
( berbentuk segitiga, salib, kotak, dsb ) sesuai model sendal

KERAJINAN TUDUNG SAJI dari LONTAR OLEH ROLIUS HITU

TUGAS
BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN

KERAJINAN TUDUNG SAJI

O

L

E

H




NAMA : ROLLYUS HITTU

NIM : 0804022591

PRODI : SOSIAL EKONOMI

DOSEN PA : Ir. JOHANNA SUEK, Msi






FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2011







KERAJINAN TUDUNG SAJI

Kerajinan tudung saji yang dibuat secara handmade memerlukan bahan dasar yang kuat, tahan lama, dan mudah dibentuk (Suarna, 1995). Salah satu bahan yang memenuhi kriteria tersebut adalah daun lontar.
Tonggo (tudung saji)
Tonggo yaitu Tudung saji dibuat dari anyaman daun lontar, yang berfungsi untuk menutup jenis-jenis makanan yang akan disajikan dalam upacara adat seperti upacara pernikahan, khataman dan khitanan.
Pada pinggir Tonggo diberi hiasan dengan sulaman kain satin berwarna-warni, dengan motif Bunga Samobo (bunga sekuntum), Bunga Satako (bunga setangkai) dan Pado Waji (jajaran genjang).
Khusus Tonggo untuk Sultan, dipinggirnya dihiasi dengan perak asli, dengan motif Bunga Samobo, Bunga Satako dan Pado Waji.

CARA PEMBUATAN TUDUNG SAJI

Siapkan daun lontar dan alat seperti pisau atau silet yang tajam, pejangka atau alat pengiris.
1. Buanglah tulang dan bagian dalam daun lontar dengan menggunakan silet atau pisau pengiris,
2. Irislah daun lontar dengan alat pengiris atau pejangka agar bentuk dan besar irisannya sama,
3. Berilah pewarna atau celup pada daun lontar yang telah diiris
4. Rebus daun lontar pada air mendidih yang telah di beri celup/ pewarna, kemudian irisan lontar tersebut didingingkan sampai kering,
5. Anyamlah lontar tersebut gengam mengikuti pola berbentuk tudung saji
6. Setelah selesai dianyam berikan pinggir dengan menggunakan tulang lontar kemudian anyamlah agar kelihatan rapi.
7. Potonglah bagian bagian dari lontar yang kelihatan panjang untuk merapikan anyaman

SARUNG PARANG dari daun Lontar oleh Jeffry Jamilaga

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pohon Siwalan atau disebut juga Pohon Lontar (Borassus flabellifer) adalah sejenis palma (pinang-pinangan) yang tumbuh di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Pohon Lontar (Borassus flabellifer) menjadi flora identitas provinsi Sulawesi Selatan. Pohon ini banyak dimanfaatkan daunnya, batangnya, buah hingga bunganya yang dapat disadap untuk diminum langsung sebagai legen (nira), difermentasi menjadi tuak ataupun diolah menjadi gula siwalan (sejenis gula merah).
Pohon Siwalan (Lontar) merupakan pohon palma (Palmae dan Arecaceae) yang kokoh dan kuat. Berbatang tunggal dengan ketinggian mencapai 15-30 cm dan diameter batang sekitar 60 cm. Daunnya besar-besar mengumpul dibagian ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Setiap helai daunnya serupa kipas dengan diameter mencapai 150 cm. Tangkai daun mencapai panjang 100 cm.
Buah Lontar (Siwalan) bergerombol dalam tandan dengan jumlah sekitar 20-an butir. Buahnya bulat dengan diameter antara 7-20 cm dengan kulit berwarna hitam kecoklatan. Tiap butirnya mempunyai 3-7 butir daging buah yang berwarna kecoklatan dan tertutupi tempurung yang tebal dan keras.
1.2 Tujuan Praktik
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk membuat dan mengenal jenis kerajinan tangan tradisional dari tanaman lontar
1.3 Metode pengumpulan data
Metode yang digunakan merupakan metode survey, informasi dikumpulkan melalui wawancara dan observasi



Pembahasan
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Plantae;
Divisi: Angiospermae;
Kelas: Monocotyledoneae;
Ordo: Arecales;
Famili: Arecaceae (sinonim: Palmae);
Genus: Borassus.
Spesies: Borassus flabellifer

Kegunaan

Produksi
Di Sri Lanka dari area seluas 25.000 ha diperkirakan ada 10.000.000 pohon. Sedangkan di India dari luas yang sama terdapat 60.000.000 pohon. Di Myanmar ada 2.500.000 pohon dan di Kamboja pada area tersebut tercatat 1.800.000 pohon. Pada tahun 1968 produksi gula lontar di Kamboja sekitar 10.000 ton per tahun. Di Indonesia sendiri dari luas penanaman sekitar 15.000 ha yang terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura hanya ditemukan 500.000 pohon. Selain itu ada juga perkebunan lontar di Sulawesi, kepulauan Sunda Kecil, Maluku dan Irian Jaya, tapi tidak diketahui jumlahnya.
Kandungan kimia
Nira mengandung 17-2011/o bahan kering, pH 6,7-6,9. Setiap liter mengandung protein dan asam amino (360 mg N), sukrosa 13-18%, P. 110 mg, K 1900 mg, Ca 60 mg, Mg 3 0 mg, vitamin B 3,9 TU vitamin C 132 mg, dan abu 4-5 g. Buah segar beratnya sekitar 2790 g (100%) terdiri atas kelopak bunga 175 g (6,3%), sabut 120 g (4,3%), tempurung 66 g (2,4%), daging buah 1425 g (51,0%) dan 3 buah biji beratnya 1004 g (36,0%).
Ekologi
Beradaptasi di daerah kering, curah hujan 500-900 mm per tahun, juga tumbuh di daerah dengan curah hujan per tahun sampai 5000 mm. Tumbuh liar di tanah berpasir, juga tanah yang kaya bahan organik.

Perbanyakan dan pertumbuhan
Perbanyakan dengan biji. Biji Yang besar dan sehat ditanam pada kedalaman 10 cm dan jarak tanam 3-6 m. Biji berkecambah 45-60 hari setelah tanam. Daun payung pertama muncul setelah 9-12 bulan. Pada umur 4-6 tahun, tumbuh roset. Pertumbuhan batang sekitar 30 cm per tahun. Pertumbuhan daun yang optimal mencapai 14 lembar per tahun, sehingga tajuk dibentuk oleh sekitar 60 daun. Bila lingkugan tidak menguntungkan tajuk hanya memiliki 30 daun. Pohon lontar berbunga dan berbuah setelah 12-20 tahun, pada musim kemarau. Umur pohon lontar mencapai 150 tahun, yang memiliki nilai ekonomi hanya sampai 80 tahun.

Hama dan penyakit
Hama yang banyak menyerang lontar adalah kumbang Orycctes dan Rhynchophorus. Penyakit yang paling berbahaya adalah busuk upih dari jamur Phytophthora palmifora. Gejalanya bercak-bercak pada belaian daun yang menjalar sampai ke tunas. Kemudian tunas akar membusuk. Pohon yang terserang harus segera dimusnahkan dan dibakar untuk menghindari penularan pada pohon yang lainnya.
Daun
• Daun menyirip ganjil yang tersusun melingkar 25 – 40 helai berbentuk kipas.
• Helai bewarna hijau agak kelabu
• Lebar 1 m sampai 1,5 m.
• Panjang tangkai daun tampak berkayu dengan warna coklat atau hitam.

Daun ini juga yang diambil penulis untuk membuat sebuah prouk olahan dari tanaman lontar berupa sarung parang. Pembuatan sarung parang yang berasal dari tanaman lontar memang tidak cukup sulit untuk dikerjakan ketika hanya melihat orang lain bekerja tapi sesungguhnya ini memerlukan keterampilan yang cukup untuk menyelesaikannya dimana dalam proses pembuatannya diperlukan kesabaran, ketenangan, dan beberapa hal penting lainnya
Pemilihan daun lontar sebagai suatu produk olahahan didasari karena keunikan daun tanaman ini, dilihat dari ketebalannya, warnanya yang cuup menari dan budaya NTT khususnya Masyrakat di Pulau Timor yang sering menggunakan sarung parang yang berasal dari anyaman daun tanaman lontar.Daun-daun lontar ini juga dapat digunakan sebagai alat tulis dan masih dibuat sampai sekarang.
gambar a. daun lontar sedang dijemur.
Pertama-tama daun-daun pohon siwalan dipetik dari pohon. Pemetikan biasa dilakukan pada bulan Maret/April atau September/Oktober karena daun-daun pada masa ini sudah tua. Kemudian daun-daun dipotong secara kasar dan dijemur menggunakan panas matahari. Proses ini membuat warna daun yang semula hijau menjadi kekuningan.
Setelah kering daun-daun lalu direbus dalam sebuah kuali besar dicampur dengan beberapa ramuan. Tujuannya ialah membersihkan daun-daun dari sisa kotoran dan melestarikan struktur daun supaya tetap bagus.
Setelah direbus selama kurang lebih 8 jam, daun-daun diangkat dan dijemur kembali di atas tanah. Lalu pada sore hari daun-daun diambil dan tanah di bawah dedaunan dibasahi dengan air kemudian daun-daun ditaruh kembali supaya lembab dan menjadi lurus. Lalu keesokan harinya diambil dan dibersihkan dengan sebuah lap.
Berikut adalah cara-cara pembuatan tanaman lontar:

gambar 1. Proses pengeringan daun
gambar disamping menunjukkan proses pengeringan daun dimana daun ini telah dipisahkandan dari pelepahnya. Proses pengeringan itu sendiri memakan waktu 6-7 hari. Tujuan dari pengeringan daun ini ialah untuk memperkuat serta mudah untuk dianyam.

gambar 2. Proses pemisahan lidi dari daun lontar
gambar disamping menunjukkan proses pemisahan daun dari lidinya, tapi tidak semua bagian lidinya dilepas hanya 2/3 bagian. Bagian yang tidak dilepas ini bertujuan untuk memperkuat atau berfungsi sebagai tulang sarung parang agar tidak mudah ilipat. Dalam proses pemisahan ini diperlukan keterampilan yang tinggi serta kesabaran. Proses pemisahan ini tampak sebilah pisau dikarenakan daun tanaman lontar sangat keras untuk dipisahkan.
gambar 3. Proses awal mengayam
gambar disamping merupakan proses awal atau anyaman awal dari pembuatan sarung parang. Langkah awal ini sangat menentukan hasil akhirnya karena itu diperlukan ketelitiaan yang cukup dalam menentukannya.


gambar 4. Model awal setelah diayam
gambar disamping menunjukkan cara-cara mengayam sarung parang, dibutuhkan keterampilan yang tinggi, ketelitian, dan kesabaran karena jika salah menentukan maka proses pembuatanyapun dimulai ari awalnya lagi yakni seperti pada gambar 3

gambar 5. Pengkuran panjang parang ke dalam sarung yang akan dibuat
gambar disamping menunjukkan proses pengukuran parang yang henak dibuat sarungnya. Biasanya sarung parang ini berukuran 25 – 30 cm. Biasanya pembuatan sarung parang ini hanya digunakan dalam pekerjaan tani di lahannya guna petani dapat terhindar dari kecelakaan.
gambar 6. Pengayaman terakhir sarung parang
gambar disamping menunjukkan proses terakhir dalm mengayam sarung parang. Pekerjaan ini biasanya dilakukan dalam tempo waktu berkisar antara 2-3 jam tergantung pada kondisi petani itu sendiri dalam proses pembuatannya.

gambar 7. Pemotongan bagian daun yang lebih
gambar merupakan proses pelepasan bagian daun yang lebih dari proses pengayaman sarung parang. Terlihat tangan dan sebilah pisau yang cukup tajam guna melepasakan bagian daun tersebut.

gambar 8. Hasil akhir proses pembuatan sarung parang.
Gambar disamping merupakan hasil akhir dari proses pembuatan sarung parang. Terlihat jelas bahwa pembuatan sarung parang ini dibutuhkan keterampilan dan kesabaran guna memperoleh hasil yang maksimal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bersama petani, beliau mengungkapkan bahwa pembuatan sarung paarang ini hanya ditujukan untuk keperluan sehari-hari petani dalam melindungi dirinya dari bahaya ketika bekerja pada lahan-lahan pertanian.
Penutup
Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Berdasarkan data-data diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa proses pembuatan sarung parang dari aun tanaman lontar sangat membutuhkan ketelitian dan kesabaran yang tinggi

Saran
Saran yang dapat diberikan ialah memberi solusi kepada petani untuk membuat dalam jumlah banyak serta menjualnya guna pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan pertolongan-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan produk olahan dari daun lontar ini dengan baik. makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Buidaya Tanaman Tahunan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari segala kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu dengan lapang dada penulis menerima saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi penyempurnaan ini.
Akhirnya dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, diharapkan semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

PROSES PEMBUATAN TEH SEGAR DARI BUAH LONTAR oleh Yelli Y. Talomanafe

PROSES PEMBUATAN TEH SEGAR DARI BUAH LONTAR

Buah Lontar dalam tandan dengan jumlah sekitar 20-an butir. Buahnya bulat dengan diameter antara 7-20 cm dengan kulit berwarna hitam kecoklatan dan ditutupi tempurung yang tebal dan keras. Buahnya berbentuk agak bulat,bergaris tengah 7-20 cm,ungu tua sampai hitam, dengan pucuknya kekuningan. Buah berisi 3 bakal biji. daging buah muda warna putih kaca / transparan, daging buah dewasa / tua warna kuning yang jika dibiarkan akan dapat berkecambah. Berbeda degan buah kelapa yang stiap buahnya hanya mengandung satu lembaga, buah siwalan selalu mengandung tiga buah lembaga. Setiap lembaga berada dalam tempurung sendiri-sendiri yang didalamnya terdapat daging buah dan air sama seperti yang terdapat pada kelapa. Daging buah muda dimanfaatkan untuk makanan layaknya kelapa muda,namn berbeda dengan buah tua ,buah tua sudah tidak bisa dimakan karena terlalu keras dan kekenyalannya melampaui kekuatan kita untuk menggigit dan mengunyahnya. Buah siwalan merupakan sumber karbohidrat berupa sukrosa,glukosa dan air,kadar protein dan lemaknya sangat rendah dibawah 1% serta sedikit serat.

Bahan-bahan/bumbu-bumbu :
1. 150 gram gula palem
2. 200 gram gula pasir
3. 2 lembar daun pandan, diikat
4. 100 gram jahe, dibakar, dikupas, diiris tipis
5. 500 ml air
6. 500 ml air teh aroma melati
7. 500 gram buah lontar (siwalan), dipotong 4 bagian
8. 400 gram es batu, untuk pelengkap





Cara Pengolahan :
1. Rebus gula palem, gula pasir, daun pandan, jahe, dan air sampai mendidih. Angkat kemudian diSaring
2. Campur sirup gula, air teh, dan buah lontar. Aduk rata.
3. Sajikan dengan es batu.